– Open u’r Mind –

“Big Player Vs Home Industry” (Bisnis Air Minum dalam Kemasan)

Well’ siapa tidak kenal Aqua?? merk air minum dalam kemasan yang merupakan market leader di tanah air. Bahkan merk Aqua begitu kuat tertanam di benak konsumen. Setiap ke toko, warung, hingga ke penjaja rokok/minuman di lampu merah ketika kendak membeli air minum pasti anda bertanya : “mas, mbak ada Aqua??” walopun yang dibeli ato yang dicarinya bukan merk Aqua…. entah itu yg dibelinya Vit, Ron88, Ades, Nestle, Amidis, 2Tang, Total, Hexagonal, Air O2.. dan masih ada puluhan merk air minum lainnya yang beredar di pasaran….

Di Bandung sendiri ada beberapa merk air minum (local brand) seperti : Amidis, Patisa, Airodist, Mineral, Hanaang, Air Kita, Axo, dan masih banyak lagi.. (itu baru di Bandung), belum termasuk merk-merk yang distribusinya secara scr nasional,,, bisa kita bayangkan berapa banyak produsen yang bermain disini, belum depot-depot isi ulang yang sudah tidak malu-malu lagi mengeluarkan merk/produk sendiri.

Dominasi Aqua begitu kuat, dengan jaringan distribusi yang kuat, serta di dukung oleh aktivitas marketing communication yang berkelanjutan (aktif), membuat merk ini sulit di geser… Kunci sukses Aqua terletak pada teknologi, inovasi, kreativitas, diferensiasi produk (terdiri dari berbagai ukuran isi) dalam mengemas produknya dan distribusi yang luas, dan boleh dibilang sebagai incumbent jg. Kalau soal kualitas air minum dengan menggunakan pengukuran TDS memang bervariasi hasil ukurnya, namun memang tidak jarang saya temui hasilnya tidak jauh berbeda dengan air minum merk lainnya – memenuhi standar/syarat dapat diminum secara langsung. Walopun banyak juga merk-merk tertentu yang hasil pengukuran TDSnya berada di bawah batas kelayakan untuk diminum. (Hasil pengukuran menggunakan TDS lhoo.. sampel dr berbagai merk- diambil secara acak setiap 1 minggu sekali ).

Memang klo orang udah percaya satu merk susah jg padahal byk merk lain yg hasil pengukuran menggunakan TDS hasilnya jauh lebih baguss… Banyak perusahaan yang meniru strategi Aqua tp belum banyak yg mampu menandingi Aqua, hhmm..di sinilah kekuatan brand unjuk gigi…(hehehehe… sok begini gua yah). Berdasarkan Survey Top Brand 2008 oleh Frontier Consulting Group (Majalah Marketing No.08/VIII/Agustus/2008 : 57) secara berurutan Top Brand untuk kategori air minum dalam kemasan adalah sbb :

1. Aqua = 83.9 %

2. 2 Tang = 3.1 %

3. Ades = 3.0 %

4. Club = 1.9 %

5. Aqva = 1.5%

6. Vit = 1.5%

7. Aquaria = 0.7%

8. Ron88 = 0.6%

Fenomena Usaha Air Minum Isi Ulang

Hasil pengamatan saya semenjak 10 tahun yang lalu (1998) sudah mulai bermunculan usaha air minum isi ulang (saya menyebutnya usaha : Home Industry). Banyaknya bermunculan depot-depot air minum adalah karena mereka melihat peluang yang menjanjikan di bisnis ini. Potensinya lumayan besar.

Sebagai ilustrasi :

Harga Air Mineral isi ulang = Rp.4000

Harga Air Hexagonal = Rp.8000

A. Ilustrasi (1)

suatu depot / outlet setiap hari rata-rata mendistribusikan 100 galon air mineral isi ulang :

1 Hari : 100 x 4000 = 400.000 , 30 Hari : 400.000 x 30 = 12.000.000

Biaya Operasional (Maintenance, Bahan Baku, Listrik, Pegawai 2 orang) = +/- 4.000.000

Bersih = 8 Juta / bulan

B. Ilustrasi (2)

Jika rata² 100 galon perhari dimana 20% nya terjual Air minum Hexagonal (Non Mineral)

1 Hari : 80 x Rp.4000 = 320.000

20 x Rp.8000 = 160.000

30 Hari : 320.000 x 30 = 9.600.000

160.000 x 30 = 4.800.000

= 14.400.000

Biaya Operasional (Maintenance, Bahan Baku, Listrik, Pegawai 2 orang) = +/- 4.000.000

Bersih = 10,4 Juta / bulan

Hmm… Lumayan khan? klo di perusahaan gede gaji 8 jt plg ngga kudu level middle manager tuh, bahkan ada rekan saya pemilik air minum isi ulang mampu mendeliver produk rata-rata 150 galon perhari…Mantapp!! Bener-bener “Produk Basah di Lahan yang Basah pula.. 🙂

Di Bandung saja ada 2000 pemain air minum isi ulang (Pikiran Rakyat, 2007). Bayangkan….? udah kaya warung kelontong ajah.. wew… Namun banyak juga usaha ini mulai berkurang / ada yang gulung tikar, karena ditinggalkan oleh pelanggannya. Beberapa penyebabnya :

  1. Kurang menjaga kebersihan. Terkesan Kumuh (Please deh… jorokk bgt sech)
  2. Volume penjualan tidak diimbangi dengan perawatan, maintenance yang baik. Biasalah org indonesia... ngejerrr untung gede mulu… cape deehhh.
  3. Sumber air dari tanah bukan dari mata air pegunungan.
  4. Tidak jujur kepada pelanggan mengenai proses pengolahan bahan baku air menjadi air yang layak di minum (@ backstage activity).
  5. Mengabaikan kebersihan sebagai bagian dari kesehatan.
  6. Kurang Inovasi Layanan. Ga ada program pemasaran… monoton…

Coba konsep isi depot isi ulang air minum di rubah bukan depot, tetapi perlu terobosan seperti :

  1. Konsep Depot di ubah menjadi “Outlet“, seperti : “Outlet Air Mineral – Refill Station”
  2. Paradigma Convenience store, meniru konsep Circle K, kenapa tidak ??
  3. Proses yang Transparan layaknya J.CO, Bread Talk, Hau’s Tea, semua proses bisa dilihat oleh pelanggan.
  4. Identitas Personil penjual – Seragam, Bersih, Rapih Serta memiliki atribut khan lebih Ok tuhh…
  5. Keramahan, sikap santun petugas / pegawai..
  6. 24 Hours Service (sudah ada loh yg buka 24 Jam)
  7. Distribution direct to customer ( kudu py kendaraan Operasional)
  8. Uji kualitas air minum kita secara berkala/ periodik 6 bulan sekali ke lembaga / laboratorium kesehatan, kemudian display hasil Lab. tersebut tuh di depan Outlet.. 
  9. Yang utama Bersih, jauh dari debu – Place (salah satu bagian 4P) berperan terhadap keputusan pembelian oleh kastemer…. Klo jorok, kotor, debu di mana-mana sape yg mau beli? Kecuali yg belinya kaga peduli kesehatan dan kebersihan… :p
  10. Buat Tempat Khusus / Area Pencucian Galon (cuci luar dalam) menggunakan antiseptic. Intinya sebelum masuk area Outlet sebisa mungkin Galon dalam keadaan bersih, steril, kaga berdebu, kaga berlumut, mengkilat, kinclong…
  11. Jelaskan kepada pelanggan seluruh proses dari awal mengenai : Sumber Air, Bahan Baku, Proses Pegolahan (Jelaskan tahapannya), Ajak konsumen melihat seluruh proses, Proses maintenance-nya bagaimana ? -> Sebagai bagian edukasi kepada calon pelanggan dan pelanggan eksisting.
  12. Jujur, Menerima saran dan kritik
  13. Differensiasi jasa / layanan.

Intinya membuat org lebih yakin, nyaman, merasa aman dengan minuman yang dikonsumsi, improvement terus menerus (pelayanan, system penjualan khususnya penjualan ke pada pelanggan Bisnis) , jalin customer relationship yg baik- krn customer adalah asset elo chuyy,,

Siapa tahu citra depot air minum isi ulang bisa kembali membaik, didukung dengan harga yang lebih terjangkau, kualitas setara atau bahkan lebih baik, pelayanan prima, proses meyakinkan, memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah, sehingga kedepannya bisa menggeser dominasi perusahaan-perusahaan besar, udah saatnya usaha Home Industry Bangkit!! Chayoo…

August 15, 2008 Posted by | Review Bisnis & Manajemen | 3 Comments

Tantangan Low Cost Carrier Airline (LCC)…

Harga BBM di pasaran dunia sempat menembus $140 per barel merupakan pukulan berat bagi industri yang sebagian besar biaya operasionalnya menggunakan BBM. Seperti Industri penerbangan dimana komponen biaya BBM (Avtur) mencapai > 40% dari biaya operasional.

Dengan kondisi seperti diatas masih relevankan Konsep Low Cost Carrier – Airline di terapkan oleh maskapai nasional di tanah air? Seperti kita tahu bahwa beberapa perusahaan penerbangan internasional seperti Southwest, Ryan air, dan Air Asia sukses menerapkan konsep LCC. Namun jika kondisi harga minyak “ogah” turun di bawah $100 bisa jadi konsep LCC cuma slogan marketing saja, namun harga sebenarnya teteup mengikuti perkembangan kondisi makro ekonomi. Komponen biaya maintenance – pemenuhan aspek keselamatan sudah tidak bisa di tawar lagi !! artinya komponen biaya tersebut sdh tdk bs di utak-atik untuk di kurangi…. Ibaratnya nih industri penerbangan nasional : sudah jatuh tertimpa tangga pula…

Lion Air yang semula menerapkan konsep LCC pun sudah siap banting setir menuju konsep Full Service. Bersiaplah menghadapi era opensky, siapa yg tidak mampu bersaing, siap-siap ajah gulung tikarrr…

(lu pikir mengelola usaha burung besi sama dengan ngurus burung perkutut ??? hahahaaa…)

Saat ini setiap maskapai sedang muter otak dalam melakukan efisiensi, restrukturisasi, mereview ulang bisnis proses yang menimbulkan pemborosan, belum lagi pembatasan usia armada yang di tetapkan pemerintah sehingga perlu peremajaan armada à perlu modal investasi dech… (Case : Merpati Nusantara)

Asalkan jangan demi alasan efisiensi, maka berlakulah prinsip “ga ada rotan akar pun jadi” à Kunci Bagasi pesawat rusak, di iket tali Rapia pun Jadiii… Cape deehhh… cing mikiiirr atuh maranehh tehh :p

Dengan kondisi makro ekonomi yang tidak stabil, harga minyak masih tinggi, inflasi juga tinggi, daya beli masyarakat menurun, menghadapi era opensky – LCC bisa berperan sebagai barrier to entry bagi maskapai asing, maskapai nasional dengan konsep LCC di harapkan masih bisa berperan dan berkontribusi dalam perkembangan industri penerbangan nasional. Paling tidak, masih bisa menjadi pilihan alternatif masyarakat dalam menggunakan jasa transportasi udara. Dengan kondisi ekonomi seperti saat ini (serba susah dan mahall) maka ”harga tiket murah” tetap menjadi pertimbangan dan pilihan calon penumpang. Dan penawaran tersebut biasanya di lakukan oleh maskapai berkonsep LCC. Namun sebagai alternatif menambah pemasukkan, setiap maskapai saat ini sedang berlomba-lomba menggarap peluang melalui usaha pengiriman Cargo yang saat ini mengalami pertumbuhan yang menjanjikan, dan di masa yang akan datang prospeknya juga tetap bagus, So Tetap Optimis OK!!

August 6, 2008 Posted by | Review Bisnis & Manajemen | 1 Comment

Productivity Vs Quality

Bayangkan jika anda mengantri untuk mendapatkan sebuah produk / jasa dengan waktu yang cukup lama, membosankan bukan? Apalagi jika kita di buru waktu….. Atau mendapatkan barang yang murah tapi kualitasnya jeblok. Dapet barang oke tp pelayanan after salesnya mengecewakan… Pasti kejadian diatas pernah anda alami….

Inilah masalah utama yang banyak dihadapi oleh banyak produsen alias si penyedia produk dan jasa. Jika produktivitas meningkat maka akan mempengaruhi sejauh mana kualitas produk dan layanan mereka supaya bisa berbanding lurus dengan peningkatan produktivitas mereka alias kualitas tetap terjaga, tidak menurunkan value dari produk ataupun brand dari produk tersebut. Banyak perusahaan besar baik perusahaan nasional maupun multinational company yang masih bertarung agar tetap bisa menjaga konsistensi mereka dalam memberikan kualitas pelayanan yang sesuai dengan (atau paling tidak) memenuhi harapan customer.

Ada 3 hal yang menjadi fokus / orientasi pada perusahaan, apakah profit oriented ?, customer oriented ?? atau menjaga keseimbangan antara keduanya ??? à semua tergantung kondisi dalam industri apakah tingkat kompetisi dalam suatu industri tinggi, sedang atau rendah. J

# Profit oriented, perusahaan atau bisnis yang cenderung mengejar laba setinggi-tingginya, menjual sebanyak-banyaknya, sehingga mengabaikan / menomorduakan aspek pelayanan. Pelayanan sebagai bagian dari pemasaran produk atau jasa belum menjadi prioritas. Biasanya ideologi perusahaan ini “ciptakan dan jual produk yang laku di pasaran”. Mengikuti trendsetter – sesuatu yg booming. Ga ada yg salah jika perusahaan berorientasi pada profit, siapapun pasti pgn untung khaann?? so pasti.. Namun dijamin perusahaan yang fokus pada profit oriented melulu ga akan b’tahan lama klo ga pingin di tinggalkan pelanggannya, apalagi klo pemain baru sudah byk bermunculan, nah plg ngga kudu naik satu level ke level keseimbangan antara produktivitas dan kualitas pelayanan. Jadi klo mau berorientasi pada profit liat-liat juga karakteristik industrinya, klo low competition msh okelah… tp klo highly competition.. ky industri telekomunikasi persaingan makin lama makin edannn tenann, kosumen/pelanggan semakin di untungkan 🙂

# Customer oriented, perusahaan atau bisnis yang mengedepankan kepuasan pelanggan (prioritas) dalam menunjang aktivitas pemasaran mereka. Sehingga perusahaan atau bisnis mengharapkan perusahaan dapat terus tumbuh dari waktu kewaktu seiring peningkatan jumlah customer, jumlah volume penjualan, dan sasarannya adalah jangka panjang. Namun disadari perusahaan ini membutuhkan effort yang luar biasa, dan tentunya biaya yang besar pula. Biasanya perusahaan yang berorientasi pada pelanggan memberikan atau menawarkan value berupa experience, pleasant, dan diferensiasi produk yang ditawarkan. Dan kebanyakan perusahaan yang berorientasi pada customer cenderung membidik segmen menengah ke atas. Namun jika kondisi industri di mana persaingannya sangat ketat maka pemilihan / penentuan segmen bukanlah sesuatu yang mutlak. Artinya batasan segmen pasar semakin tipis alias bisa di nikmati siapa saja (contoh industri telekomunikasi / ICT à seperti persaingan di industri seluler) di mana saat ini konsumen begitu di manjakan dengan tarif yang murah dan berbagai fasilitas yang tersedia. Ciontoh lain adalah industri perbelanjaan seperti Mall. Untuk memanjakan pengunjung, pengelola sudah mulai menyediakan fasilitas free akses internet (Wifi).

Contoh perusahaan lainnya yang berorientasi pada customer :

Starbucks, Gerai Lexus di Menteng, Nasabah Prioritas (Perbankan), J.CO. dll.. masih byk lagi dah contohnya…lu cari aja ndiri :p

# Productivity = Quality, perusahaan atau bisnis yang secara konsisten berusaha untuk menjaga kualitas pelayanan mereka dalam mendeliver produk / jasa sebagai dampak meningkatnya produktivitas usaha mereka.

Contohnye lagi neh :

Bahkan Pengelola Jalan Tol (Monopoli) pun sudah mulai melihat peluang bisnis sebagai pemasukkan mereka yaitu dengan menyediakan lokasi-lokasi “Rest Area sebagai One Stop – Service (istilah gw). Dimana stasiun pengisian BBM menjadi satu area dengan area peristirahatan, perbelanjaan, mesjid, bahkan FO ada di area tersebut…. Entah emang tujuan awalnya memberi pelayanan yang lebih baik bagi pengguna Tol dengan menyediakan fasilitas² tersebut, atau emang tujuannya adalah bisnis ?? (Sambil menyelam minum aerr….)

Tp menurut penilaian saya pribadi sebagai pengguna Tol yang notabene sering PP BDG-JKT apa pun tujuan pengelola toh kerasa bgt manfaatnya… J

Bisa jadi dengan bermunculannya banyakRest Area” di sepanjang Tol (Cikampek , Merak, Cipularang – hingga menyusul di tol-tol lainnya) secara tidak sengaja mampu berfungsi memecah, mengurai kepadatan volume kendaraan pada jalur tersebut sehingga pengguna jalan tetap merasa nyaman…..

August 6, 2008 Posted by | Review Bisnis & Manajemen | 1 Comment