– Open u’r Mind –

Menyikapi Komplain dan Kritik Pelanggan

complaint_department_toilet_paperBerapakah jumlah pelanggan anda yang komplain dalam satu tahun? dalam satu bulan? dalam seminggu? dalam satu hari? Apakah anda memiliki informasi itu semua ?

Bagus kalau anda memiliki informasi tersebut. Namun tidak cukup sampai disitu. Sejauh mana anda mengelompokkan komplain² pelanggan tersebut atau melakukan pemetaan komplain berdasarkan jenis / kategori komplain. Kemudian sejauh mana anda melakukan skala prioritas dalam menghadapi komplain pelanggan? Apakah semua komplain anda selesaikan? Berapa lama waktu yang di butuhkan? Sudahkah memiliki standar kerja dalam menangani komplain?

Bagaimana output dari penanganan komplain? sejauh mana tingkat kepuasan pelanggan? Dari sejumlah komplain yang anda terima berapa yang bisa terselesaikan dalam periode tertentu? Banyak sekaliii yah pertanyaan-pertanyaan di atas…

Sekedar berbagi pengalaman, memang terkadang komplain pelanggan terasa menyebalkan, apalagi anda yang bertugas berhadapan langsung dengan customerr.. melakukan tindakan serta penanganan yang tidak maksimal, bisa jadi kita di buat malu di depan banyak orang,, siap-siap pasang muka tebell hehehe…

Menyikapi komplain haruslah di barengi sikap positif, artinya pandanglah kritik / komplain customer sebagai kritik membangun (kata-kata bijak yg ga pernah basi menurut gw).

Saya mencoba membagi kategori komplain menjadi 3 jenis :

  1. Riil Komplain
  2. Komplain / Kritik Loyal
  3. Komplain abal-abal

(bahasa/istilah ala pedagang hahaha..)

1. Riil komplain

Komplain yang memang di sebabkan oleh gagalnya proses mendeliver produk / jasa yang dilakukan oleh si produsen, distributor, agen, salesman, ekspedisi ataupun si pelayan. Hal ini bisa di tunjukkan atau di dukung oleh bukti-bukti yang bisa di pertanggungjawabkan. Bisa jadi kinerja produknya bagus, tapi kinerja pelayanannya kurang memuaskan. Sementara Kinerja Pelayanan bagus tapi kinerja produknya tidak bagus apalah artinyaaa. Lebih parah udah produknya tidak memuaskan disertai pelayanan yang burukk (kudu masuk kategori emergensi à ICU). Faktor² lainnya Bisa jadi Ekspektasi pelanggan terlalu tinggi, serta perusahaan yang under promises.

Alternatif solusi :

Analisa komplain tersebut, cari tau titik kritis sumber komplain, ambil tindakan (liat SOP) klo ga punya Standar maka perluu segera di buat, evaluasi, monitor, lakukan dokumentasi, dan sosialisasi. Kebiasaan kita adalah jarang mendokumentasikan karena dianggap buang² waktu, nambah gawean. Sehingga kemungkinan terjadi komplain berulang² untuk hal yang sama kerap terjadi (apa kata duniaaa??).

2. Komplain / Kritik Loyal

Dalam sebuah buku di ungkapkan ”Pelanggan yang cerewet adalah pelanggan yang Loyal” klo ga salah karangan pakar marketing Indonesia Mr. Handi Irawan (maap klo salah). Saya sangat setuju dengan pendapat tersebut. Pelanggan potensial yang membeli dalam volume / jumlah besar memiliki posisi tawar yang lebih tinggi. Mereka menuntut produk yang memiliki kinerja handal disertai pelayanan yang handal pula. Wajar jika mereka (customer) menuntut lebih dari penjual. Sebenernya dampak positif yang bisa kita ambil adalah Competition effect (Edddaaannn sok pake istilah inggris gini gua).

Maksudnya dengan kritik / komplain tersebut, bisa mendorong penjual/produsen/provider untuk terus meningkatkan performanya. Ibarat kata kita di tantang untuk terus melakukan pekerjaan lebih baik, lebih baik, lebih baik…. imbalannya produk elu gw beli dengan volume besarr , serta memberikan rekomendasi ke pengguna laennya.. (bgono bahasa sederhananya). Entah sadar ato tidak sadar, secara langsung maupun tidak langsung akan membuat kemampuan daya saing penjual / produsen / provider dalam berkompetisi pada industri tersebut meningkat.

3. Komplain Abal-abal

Tenang bro.. banyak banget kasus seperti ini. Biasanya komplain abal-abal terjadi dikarenakan banyak faktor. Misalnya :

  1. Faktor persaingan antar pemain sehingga menjurus ke arah persaingan yang tidak sehat, saling menjatuhkan malalui kritik/komplain.
  2. Komplain tidak disertai bukti² yang bisa dipertanggungjawabkan / ekspektasi pelanggan terlalu tinggi.
  3. Komplain untuk menguji, mengetes perusahaan kita, sejauh mana kemampuan dalam menangani dan memberikan solusi komplain.
  4. Pelampiasan si pengguna (user) yang tidak puas terhadap kinerja produk / jasa yang ia gunakan, sehingga terkadang salah alamat. Pake produk ”A” seharusnya komplain ke produsen produk ”A”,,,,, eeaallaahhh tp komplainnya ke perusahaan ”B” yang memproduksi produk ”B” (Capek Dehhh).

Bukan berarti kita masa bodo (menutup mata) dengan mengabaikan komplain abal-abal tersebut dengan sikap cuek. Sikapilah secara positif, dengarkan suara customer, jawab segala bentuk kritik dengan perbaikan performa secara terus meneruss. Tentunya menyikapi kritik abal-abal pada porsinya. Jangan pernah puass akan sesuatu yang telah di capai.. Maju Teruusss fantang Munduurrr, yuupss JJ // just sharing broww…//

February 16, 2009 Posted by | Opini | Leave a comment